Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerita Pengalaman Menuju Telaga Dringo Saat Akhir Musim Kemarau

Mugkin masih belum banyak orang yang mengetahui destinasi wisata yang ada di Kabupaten Batang Jawa Tengah ini. Terletak di daerah pegunungan, tidak jauh dari Dataran Tinggi Dieng dan mungkin merupakan salah satu telaga tertinggi yang ada di Jawa Tengah.

Waktu itu, berhubung di rumah sedang tidak ada kerjaan alias nganggur, jadi saya dan teman memutuskan untuk pergi ke tempat yang belum pernah kami kunjungi. Banyak pilihan sebetulnya.

Setelah ngelamun sambil berfikir, akhirnya kami memutuskan untuk mencoba mengunjungi telaga dringo.

Sebuah telaga yang masih asing terdengar bagi saya. Karena belum banyak orang yang memeberikan reviewnya di channel YouTube dan artikel Blog. Tentu itu menambah rasa penasaran kami untuk sampai ke sana.

Kondisi Telaga Dringo airnya surut

Sebelum berangkat, kami mempersiapkan peralatan dan perbekalan yang akan kami bawa termasuk tenda. Karena niatnya waktu itu kami ingin mendirikan tenda dan bermalam di sekitar telaga.

Berangkat Dari Rumah Di Jogja

Setelah semua telah dirasa cukup dan siap, kami berangkat di hari sabtu, lupa tanggal berapa yang pasti di bulan oktober 2019, pukul setengah satu dari rumah yang ada di Jogja.

Berhubung kami sudah beberapa kali lewat jalur Borobudur menuju arah Wonosobo, jalur lain pun kami pilih, yaitu lewat jalur Magelang-Semarang.

Tapi eh tapi berhubung kami belum pernah lewat jalur tersebut, dan hanya mengandalkan insting yang akhirnya malah muter begitu jauh, Bahkan kami malah sampai di daerah Kendal. Sehingga gps hp menjadi solusinya.

Saat itu kami benar-benar terbutakan oleh arah dan jalan. Hingga akhirnya kami mengikuti gps dan berhenti di daerah Bawang, Batang, Jawa Tengah. Sungguh berkelana sampai kami cemas karena bensin di kendaraan yang menipis dan minimnya penjual bensin. Tapi itu menyenangkan dan tak mungkin saya lupakan.

Sampai di daerah Bawang, langit sudah gelap dan kondisi perut sudah minta diisi karena sejak berangkat kami belum makan. Untungnya di sana ada satu warung mie ayam yang masih buka. Dua porsi mie ayam ditambah dua es teh pun kami pesan untuk mengisi perut yang kosong.

Cukup lama kami berada di warung mie ayam tersebut. Karena perut lapar ditambah lelahnya tubuh yang minta diistirahatkan, sekaligus mengcharge hp yang batrenya sudah mulai menipis, supaya bisa terus membuka Gps ketika nantinya melanjutkan perjalanan.

Kondisi Jalan Yang Harus Kami Lewati 

Sekitar pukul setengah delapan malam, perjalanan pun kami lanjutkan. Dengan berbekal Gps, kami dituntun untuk melewati jalan penghubung antara Bawang menuju Dieng yang jalurnya begitu sepi dan banyak tanjakan, serta kondisi jalannya masih ada dibeberapa tempat sedang dalam proses perbaikan.

Bahkan karena belum terbiasa melewati jalur seperti itu, motor matic yang kami kendarai tidak kuat untuk jalan menanjak, sehingga mengharuskan pembonceng saya untuk jalan dan banyak beristirahat di jalan sembari mendinginkan mesin motor.

Bahkan seingat saya, ketika kami melewati jalur tersebut, selama perjalanan hanya berjumpa dengan satu mobil dan dua motor dari bawang sampai daerah dieng selama kurang lebih dua jam ( dengan istirahat ). Jadi bisa dibayangkan betapa sepinya kondisinya pada waktu itu.

Malam semakin malam gelap semakin gelap. Hampir sampailah kami ke telaga dringo, kurang dari dua kilo sampai tempat tersebut. Tapi eh tapi, ternyata kondisi jalan yang harus kami lewati lebih parah dari jalan yang kami lewati sebelumnya.

Berupa jalan tanah bebatuan yang sebagian besar jalannya belum disemen apalagi diaspal, dan tentu kondisi tersebut membuat mental kami menjadi ciut dibarengi dengan tubuh yang sudah kelelahan sehingga pilihan kami saat itu adalah mencari tempat untuk tidur.

Numpang Istirahat Di Masjid

Putar baliklah kami mencari tempat untuk pindah ke alam tidur. Untungya ada bangunan masjid yang sepertinya nyaman untuk membaringkan tubuh kami pada saat itu.

Sebenarnya ragu juga untuk numpang istirahat di sana, karena itu adalah tempat ibadah. Tapi kebetulan juga saat itu ada salah satu warga yang sedang sibuk memasang selang untuk mengairi ladangnya.

Kami pun meminta izin ke warga tersebut untuk menumpang nginap semalam di masjid. Ternyata izin pun diberikannya. Ucapan terimakasih serta rasa lega dalam hati kami dapatkan pada saat itu karena mendapat tempat untuk bermalam.

Entah nasib atau apa, yang pasti pada malam itu saya bisa dibilang tidur ya tidak, bangun ya tidur atau Bahasa Jawanya itu Nglekar. Karena suhu sangat dingin bahkan lumayan lama terjadi badai sehingga suara seng dari atap rumah warga begitu keras terdengar diiringi suara petir yang beberapa kali cukup meramaikan suasana di malam itu.

Sampai akhirnya, waktu sholat subuh pun tiba. Beberapa warga setempat mulai datang ke masjid untuk menjalankan ibadah sholat subuh.

Dan yang saya suka adalah warga di sana ternyata ramah-ramah. Beberapa dari mereka mendatangi kami, mengajak ngobrol, bahkan menawari kami untuk mampir ke rumahnya. Padahal kami orang asing dan tidak saling kenal. Sungguh nyamanlah intinya.

Menuju Telaga Dringo

Motor bisa dibawa turun sampai pinggir telaga dringo

Niatnya pagi hari setelah sholat subuh kami ingin melanjutkan perjalanan menuju telaga dringo, sembari menikmati cahaya matahari pagi yang akan segera muncul. Tapi suhu udara yang sangat dingin menjadi pemicu rasa malas kami untuk melakukannya.

Barulah setelah pukul setengah delapan, ketika tubuh sudah terhangatkan dari cahaya matahari yang sudah mulai meninggi, kami melanjutkan perjalanan yang tinggal sekitar 2km lagi untuk sampai ke tujuan awal kami yaitu telaga dringo.

Benar saja setelah baru mulai berkendara sekitar 200-300 meter, seperti yang kami khawatirkan di malam hari, kondisi jalan benar-benar  mayoritas masih berupa tanah bebatuan yang mungkin tidak akan dijumpai ketika berkendara di daerah perkotaan.

Jadi pilihan kami untuk singgah dan beristirahat di masjid adalah pilihan yang paling tepat jika melihat kondisi jalannya seperti itu.

Tapi juga terlihat beberapa orang pekerja yang sudah mulai membangun infrastruktur jalan tersebut. Semoga, harapan saya jalan tersebut bisa bagus supaya banyak orang juga yang bisa untuk lebih nyaman ketika melewati akses jalan tersebut.

Sampailah Kami Di Telaga Dringo


Entah sebuah keberuntungan atau kesialan, saat sampai di telaga dringo, ternyata airnya sedang dalam keadaan surut karena mungkin kemarau panjang adalah penyebabnya. Tapi untungnya motor kami bisa dibawa sampai ke pinggir telaga.

Kalau masalah tempatnya, menurut saya benar-benar keren karena ada sebuah telaga di atas pegunungan dan itu bisa dicapai menggunakan kendaraan roda dua tanpa perlu berjalan kaki untuk sampai ke sana.

Banyak juga para pemancing ikan menyalurkan hobinya memancing ikan di sana. Kalau ada yang bilang telaga tersebut mirip ranu kumbolo di Jawa Timur, ya memang mirip. Jadi bagi kalian yang hobi mancing, bolehlah untuk mencoba mancing di sana. Tapi kalau ditanya ikan apa saja yang hidup di sana, saya tidak tahu.

Perjalanan Pulang Dan Penutup

Setelah mendapatkan rasa puas melihat keindahan alam ciptaan tuhan di sana, pulang kembali ke rumah adalah tujuan kami berikutnya.

Berbeda ketika berangkat tidak tahu jalan, perjalanan pulang kami putuskan untuk lewat jalur dieng kemudian wonosobo, bisa dibilang tanpa melihat gps pun kami sudah hafal jalannya, karena sudah beberapa kali melewatinya.

Berhubung dari pagi belum sarapan, mampirlah kami ke warung bakso yang ada di daerah dieng sembari mencari manisan carica khas daerah sana untuk oleh-oleh orang rumah.

Yang pasti, persiapkanlah kendaraan kalian dalam kondisi yang prima, baik itu rem, ban, shock, bahan bakar mesin dan lain sebagainya. Supaya perjalanan kalian bisa lancar dan menghindarkan atau meminimalkan kondisi terburuk yang akan terjadi.